232425 Maret 2012
At a corner of a street in a quarter with European flavor |
Akhirnya kesempatan itu datang juga untuk menikmati liburan
akhir pekan di Singapura, negara jiran tercinta (blah). Tiga hari dua malam
cukup lah untuk berehat sejenak dari kepenatan kerja. Rencana kami kali ini
adalah mengunjungi Pulau Batam lalu menyeberang ke Singapura dengan
mempergunakan ferry. Seperti biasa juga kami mempergunakan jasa travel agent
untuk mengatur semuanya dalam perjalanan ini, kecuali pembelian tiket pesawat
yang diurus bapak. Saya? Tinggal pasang badan (shame on me). Kami naik pesawat
penerbangan pagi dengan rute Surabaya-Jakarta-Batam. Pertama kalinya mengalami
naik pesawat dengan transit yang ternyata menjengkelkan. Menjelang tengah hari
tiba di Bandara Hang Nadim, Batam. Salah satu bandara yang memiliki landasan
pacu terpanjang di Indonesia. Saya tidak terkesan dengan kondisi bangunan
bandara ini. Lalu kami naik taksi menuju hotel tempat kami menginap yaitu
Nagoya Plasa yang terletak tepat di area pusat bisnis Batam. Kemudian dengan
naik bus kami dibawa ke arah selatan menuju area bekas kamp pengungsi Vietnam
di Pulau Galang. Kawasan metropolitan Batam berdiri di atas tiga pulai utama
yaitu Batam-Rempang-Galang yang satu sama lain dihubungkan dengan jembatan
berjumlah enam buah yang masing-masing dinamai dengan nama sultan-sultan kerajaan
Melayu Riau. Cukup jauh perjalanan menuju P.Galang. Tidak banyak yang tersisa
dari bekas kamp pengungsi Vietnam. Untuk mengenang keberadaan mereka
didirikanlah museum kecil ala kadarnya dan bekas perahu yang dulu dipergunakan
untuk membelah lautan. Asal tahu saja perahu mereka tanpa mesin, jadi usaha
mereka untuk mencari tempat suaka di luar Vietnam guna menghindari perang
saudara juga bukan tanpa bahaya. Hikmahnya? Saat ini orang-orang Vietnam mudah
ditemui di mana saja di Eropa dan Amerika. Tak heran bila masakan Vietnam lebih
dikenal daripada masakan Indonesia di luar negeri.
Setelah itu kami menikmati
keindahan matahari terbenam di restoran Harbour Bay. Inilah salah satu
kelebihan kota-kota di luar Jawa di mana pelabuhan menjadi bagian yang tak terpisahkan
dari kehidupan sehari-hari masyarakat. Buktinya orang dengan nyaman makan
sambil menikmati sejuknya angin laut serta kapal-kapal yang bersandar maupun
yang lalu lalang. Pengalaman yang serupa juga saya rasakan saat berlibur di
Makassar. Malam harinya kami jalan-jalan di Mall Nagoya Hill yang terletak
persis di belakang hotel tempat menginap kami. Barang elektronik yang dijual di
sini belum tentu lebih murah daripada di Jawa (blah).
Esok pagi-pagi buta kami
bertolak dari hotel untuk mengejar ferry di Pelabuhan Batam Center. Perjalanan
dengan ferry ke Singapura memakan waktu satu jam sebelum kami bersandar di
Harbour Front. Kami sudah ditunggu oleh guide kami orang Singapura yang pandai
berbahasa Mandarin (she’s of Chinese descendant) dan bahasa Indonesia tentunya.
Sebut saja KD namanya. Tujuan pertama adalah kawasan sekitar muara Sungai
Singapura, dengan landmark yang sudah terkenal seperti Lapangan Rafles,
Jembatan Anderson, Esplanade, Merlion, Marina, Eye of Singapore. Tempat yang
sangat bagus untuk mengambil foto sebab urban landscape-nya sangat tertata
apik. Sepertinya tidak ada sejengkal tanah pun di Singapura yang luput dari
pengawasan pemerintahnya. Tanah sangat berharga. Oleh sebab itu penduduknya
tinggal di flat. Kata bu KD ciri-ciri gedung flat di sini adalah terdapat
jemuran di luar jendelanya hehe. Dari sini kami dibawa ke daerah Chinatown,
mengunjungi galeri coklat, kuil Budha, pasar oleh-oleh di mana gantungan kunci
khas Singapura bisa dibeli haha. Makan siang di resto yang menyediakan menu
buffet Mongolia yang absurd. Setelah itu ke Little India untuk solat dan
mengunjungi Mustafa Center. Para penggemar coklat dan makanan manis wajb datang
ke lantai dua tempat ini. Coklat impor berbagai negara ada di sini. Saya
tergiur membeli coklat batangan dari Swiss, Australia dan Prancis (yang
semuanya saya yakin kakaonya diimpor dari Amerika Selatan dan Indonesia).
Sempat juga ke Orchard Rd. dan hanya diberi waktu 45 menit untuk berkeliling
(Damn this is why sometimes I detest any organised tours!). Frustrasi mencari H
& M store. Baru ketemu setengah jam kemudian. Dengan berat hati
mengurungkan niat masuk ke dalamnya (blah). Setelah itu mampir sebentar ke
Sentosa demi berfoto di depan bola dunia Universal Studio (sumpah absurd) dan
kemudian kembali ke Harbour Front dan mengejar ferry ke Batam. Hari terakhir di
Batam kami isi dengan berbelanja oleh-oleh khas Batam (saya rekomendasikan kue
bingka dan kek pisang Villa rasa pandan bertabur parutan keju di atasnya),
mencoba martabak Har (yummy), sate Padang (yang sausnya berasa asin absurd) dan
berbelanja untuk diri sendiri pastinya. Sorenya mengejar pesawat untuk balik ke
Surabaya dengan maskapai yang sama. Sekiranya kami tiba di rumah jam 21.00
tetapi karena ada keterlambatan masing-masing selama 1,5 jam di Batam dan
Jakarta kami sampai di rumah menjelang tengah malam. Hikmah? Pilihlah
penerbangan langsung jika memungkinkan daripada berabsurd ria dengan
penerbangan dengan transit.
No comments:
Post a Comment