Friday, November 28, 2008

Berwisata di Kota Yogyakarta


Kamis, 7 Februari 2008
Akhirnya kereta api yang membawa kami pulang tiba di stasiun Gubeng kurang lebih pukul 12.45. Wow, kami tiba 9 menit lebih awal daripada jadwal. Cukup terkesan mengingat keterlambatan sering dilakukan oleh jasa transportasi massal di negeri ini.

Liburan ke Yogyakarta (YK) tanggal 4-7 Februari lalu benar-benar liburan terburuk selama ini. Bagaimana tidak, selama di sana aku terserang diare (mungkin traveller’s diarrhea) , tepatnya bermula tanggal 5 (Selasa petang). Parah sekali. Jadi tidak bisa menikmati liburan dengan nyaman. Tapi terlepas dari hal tersebut, liburan ini berkesan sekali, bisa mengunjungi tempat-tempat yang belum pernah aku datangi sebelumnya di YK. Ternyata lebih enak lho liburan a lá backpacker daripada liburan bersama orangtua.

Selama di YK, kami menginap di sebuah hotel di kawasan Malioboro (ga usah sebut merk ya he he). Tapi gilanya, satu kamar hotel kami paksakan untuk dihuni tujuh orang. Sebenarnya pihak hotel hanya mengizinkan 3-4 orang dalam satu kamar. Itupun dengan catatan kami harus menyewa satu kasur tambahan (extra bed). Ok deh. Tapi berhubung kami tidak mempunyai rencana B, maka rencana utama harus dijalankan yaitu dengan mengelabui pihak hotel (tapi ga usah dijelaskan ya bagaimana caranya). Dan ternyata ini sukses!! Tapi cara ini tidak direkomendasikan bagi mereka yang berkantong tebal lho, ini hanya khusus bagi mereka yang suka berpetualang dengan menganut prinsip ekonomi ha ha.


Kami pergi ke Borobudur dan Kaliurang pada hari pertama (Selasa, 5 Februari 2008). Berangkat dari YK sekitar jam 9 pagi dan tiba di sana satu jam berikutnya. Karena ini bukan kali pertama aku mengunjungi Borobudur, jadi kesannya biasa saja. Tapi tetap saja rasa kagum pada mahakarya nenek moyang ini muncul. Kulihat banyak sekali turis yang datang ke sana, lokal maupun mancanegara. Banyak juga, padahal hari kerja. Satu hal yang haram untuk dilupakan yaitu mengambil foto. Tentu saja!! Beberapa foto sudah aku muat (upload) juga di sini. Lalu siang hari kami meluncur ke Kaliurang, semacam tempat peristirahatan (tapi bukan kuburan lho maksudnya ha ha) di kaki Gunung Merapi yang elok nan menjulang tinggi seakan merobek angkasa. Terdapat air terjun yang tidak terlalu tinggi di sana, tapi aku sama sekali tidak terkesan malah ketakutan. Kubayangkan sewaktu-waktu bukan air beraliran deras yang turun dari ujung atas air terjun, tapi bongkah-bongkah batu gunung yang siap menimpuk mereka yang sedang bernarsis ria dengan kamera di bawah ha ha. So aku minggir dan mencari tempat aman sembari mengamati tingkah polah teman-temanku dan para pengunjung. Menjelang petang kami balik ke YK dan perutku mulai berontak dan terasa mulas. Akhirnya aku minta diturunkan di depan hotel tempat kami menginap. Karena kasihan melihat keadaanku yang mengenaskan, si Achmad memutuskan untuk menemaniku disamping karena dia sudah merasa lelah. Thanx Achmad (alias Chunk-krinx ha ha). Sisanya melanjutkan petualangan ke Amplaz alias Ambarukmo Plaza. Setelah merasa sedikit pulih, aku memutuskan jalan-jalan sore (JJS) ke Malioboro Mall bersama Achmad. Lumayan kubisa beli empat buku dengan diskon besar-besaran di salah satu toko yang khusus menjual buku impor. Lalu singgah di toko musik membeli CD album Nelly Furtado bertitel Loose (penting ga sih). Lalu ketika Maghrib kami pulang ke hotel setelah terlebih dahulu makan di warung lesehan dekat hotel. Gila masak iya makan di warung kena PPN alias pajak pertambahan nilai sebesar 10%. Kota yang aneh!! Aku minta dibuatkan oralit pada si pemilik warung dengan ramuan 5 sendok gula dan sesendok garam (bener ga sih). Aneh sekali rasanya. Aku sampai melek merem berusaha menghabiskan segelas oralit ini. Namun ketika aku keluar dari lift hotel menuju kamar, voila, aku muntah seketika. Mungkin perutku langsung syok terkena oralit tadi. Selanjutkan tidak perlu dijelaskan secara terperinci ya. Nggilani!!!

Esoknya kami pergi mengunjungi Keraton Yogyakarta yang termasyur itu plus Taman Sari, tempat pemandian bagi putra-putri sultan. Aku benar-benar tidak tahu bagian mana yang membuat keraton ini terlihat istimewa, semua biasa saja. Gedungnya kecil, terkesan kotor dan kurang terawat, abdi dalem yang sudah mbah-mbah tak ada yang sedap dipandang he he. Beda banget deh dengan foto-foto istana atau kastil di Eropa yang pernah kulihat di internet. Tapi aku menikmati kunjungan ke museum yang terletak dalam keraton dan yang penting bisa mengambil foto dengan latar belakang yang indah. Setelah itu kami menuju Taman Sari. Dipandu oleh seorang pegawai rendah keraton yang mengaku hanya digaji IDR 1300 per bulan (benar Anda tidak salah baca!!), kami berkeliling Taman Sari serta kampung kecil di sekitarnya. Pemandu ini fasih banget saat menjelaskan sejarah keraton Yogyakarta, kompleks makam Imogiri dll sampai ke detil-detilnya. Tapi aku tidak begitu tertarik dengan sejarah Yogyakarta meskipun diriku pecinta sejarah, tapi untuk menghormati orang ini aku mangut-mangut dan angguk-angguk saja. Aku sempat bertanya kepadanya mengenai kota kecil Bagelen yang merupakan tanah leluhurku dari garis bapak. Berdasarkan keterangannya, aku dapat informasi kalau kota ini terletak di Purworejo (kalau ini gw dah tahu) dan konon merupakan tempat ditawannya Pangeran Diponegoro oleh penjajah Belanda. Sayang aku belum pernah ke sana, tapi pasti suatu saat aku akan ke sana jika Allah berkehendak. Hal-hal yang patut dikunjungi di Taman Sari antara lain ruang bawah tanah dan reruntuhan bangunan yang dari atasnya kita dapat melihat pemandangan YK yang menyedihkan, begitu kusam begitu tak tertata. Setelah itu langsung menuju jalan Dagen untuk mencari bakpia, makanan kecil khas YK.

Menjelang sore aku memutuskan untuk berjalan-jalan sendiri menyusuri trotoar Malioboro (teman-temanku yang lain bukan pecinta sejarah sih). Aku penasaran ingin berkunjung ke Benteng Vredeburg dan Museum Sonobudoyo. Tapi sialnya mereka sudah tutup sejak pukul 13.00 dan aku tiba di sana sekitar pukul 14.15. Nothing to lose! Aku masih dapat terpuaskan dengan pemandangan di sekitar perempatan Monumen Serangan Umum 1 Maret. Aku hanya melakukan potret-potret saja deh akhirnya. Tapi sumpah bagus banget pemandangannya. Memandang gedung-gedung tua di situ membuatku serasa di sebuah kota Eropa. Sorenya aku JJS ke Malioboro Mall, ke toko buku itu lagi. Malamnya kami makan di warung sederhana dekat mall dengan harga mahasiswa he he (maklum uang saku makin menipis). Malamnya kami harus segera membereskan barang-barang kami sebab esok kami akan bertolak ke Surabaya kembali.

Bagiku YK merupakan tempat pertemuan antara dunia modern dan konservatisme. Kota yang masih kental dengan suasana pedesaan dimana kekeluargaan dan ketulusan dan keluguan penduduknya masih mewarnai kehidupan sehari-hari. Mungkin itulah yang membuat kota ini selalu mendatangkan kerinduan serta lekat dalam ingatan siapapun yang pernah mengunjunginya. Dapat kurasakan ikatan yang kuat dengan kota ini mengingat inilah tanah leluhurku, tempat nenek moyangku dulu pernah tinggal. Ditilik dari segi ekonomi, YK memang kalah bersaing dengan Jakarta atau Surabaya karena ia memang bukan kota niaga. Bayangkan jalan-jalan di YK pasti sudah sepi di atas jam 21.00. Bahkan pada pukul 6 pagi jalanan masih lengang banget, padahal pada jam segitu jalan-jalan di Surabaya sudah menggila macetnya, orang-orang sudah bangun untuk menjemput rezeki. Percaya atau tidak, penjual pecel dekat rumahku sudah buka dari pukul 4 pagi!!! Hal ini sepertinya sulit ditemukan di YK. Waktu serasa melambat deh pokoknya he he. italics Everyday’s holiday, alon-alon nanging kelakonitalics . Tapi mungkin inilah yang membuatku tidak pernah jemu mengunjungi YK. Jadi akan kututup catatan ini dengan motto terbaru dari YK: Never ending Asia. Untuk melihat foto-foto yang lain silakan klik di sini.