Boleh dibilang gue tuh sedikit
latah dengan yang disebut jejaring sosial semacam facebook, twitter, dan
lain-lain. Ketertarikan gue dengan mereka ini dimulai kira-kira pada tahun 2008
di mana gue mulai mendaftarkan diri (sign up) di facebook. Itu pun awalnya atas
saran teman yang berasal dari Denmark dan Swedia. Setelah mereka menyelesaikan
program magang mereka selama sebulan di sini, mereka merekomendasikan situs jejaring sosial ini agar kami tetap dapat berkomunikasi satu sama lain. Awalnya gue cuek,
tapi toh akhirnya terbuat juga suatu akun atas nama gue.
Gue masih ingat betul awal-awal dulu tampilan facebook culun banget. Minimalis dalam balutan dominasi warna biru dan putih dengan fitur-fitur yang masih terbatas. Belum dikenal juga konsep linimasa (timeline) seperti sekarang so apa yang kita perbincangkan dengan sobat kita di dinding facebook tidak akan terbaca di linimasa. Jadi untuk masalah privasi, dulu facebook masih ada lah. Dan gue masih ingat dulu awalnya teman gue di facebook tuh masih berkisar puluhan. Cuma ada 8-10 orang selama bulan-bulan pertama menjadi pengguna. Sekarang sih jumlah teman gue di facebook sekitar 300-an. Coba bayangin. Jujur dulu gue nggak nyangka kalo facebook bakal nge-hype seperti sekarang ini, gue pikir facebook bakal berakhir seperti friendster (wait, setelah gue inget2 ternyata gue sempet punya friendster sih dulu , so gue ralat jejaring sosial yang pertama yang gue ikuti nggak lain dan nggak bukan adalah friendster). Dulu gue tuh ngrasa kalo facebook tuh udah paling wah, paling oke sejagad. Yang paling gue suka awal-awalnya adalah orang dengan bangga memakai nama mereka sebagai nama akun. Jadi terkesan elegan. Belum ada tuh fenomena alay-alay jijay. Terus bisa ngunggah foto-foto, ngasih komen ke foto-foto itu. Bikin status yang sekarang gue yakini telah melatih orang Indonesia untuk lebih berani menyuarakan isi pikiran, walaupun terkadang ada sebagian dari isi pikiran itu yang nggak perlu diceritakan di depan umum.
Itu tentang facebook. Terus setelah itu twitter mulai mencoba merebut hati. Di awal kemunculannya twitter kerap dicibir orang karena dianggap kurang akomodatif. Bayangkan orang dipaksa untuk menyederhanakan apa yang ingin mereka sampaikan dalam 140 karakter saja. Sebuah tantangan. Twitter memang hadir dengan konsep microblogging, dan karena alasan inilah gue jatuh cinta kepadanya. Gue memang cukup sering menulis di blog gue di blogger, tapi kelemahannya sering tidak mutakhir sebab ada kesepakatan tidak tertulis bahwa apa yang akan kita tulis di blog kita haruslah tulisan yang berbobot, yang mempunyai kekuatan atau nilai berita. Jadi perlu waktu lama untuk menulis sekaligus memolesnya. Beda dengan twitter yang berupa pesan singkat mirip sms atau semacam memo yang bisa diposkan sewaktu-waktu. Tapi akhirnya fungsi twitter saat ini jadi rancu antara microblogging atau semacam memo atau semacam pelarian untuk membuat status setelah facebook kian lama kian meredup pamornya. Apa pun itu yang jelas gue cukup puas dengan twitter dan hingga sekarang masih merupakan jejaring sosial favorit gue. Gue tercatat sebagai pengguna twitter sejak September 2009. Gue inget waktu itu gue akan ke Bali seorang diri menghabiskan akhir pekan. Dan gue langsung bikin akun twitter dengan harapan bisa menggantikan fungsi jurnal atau buku harian. Sampai saat ini gue juga udah punya akun di tumblr, flickr, youtube, google+ dan terakhir adalah instagram yang telah tersedia bagi pengguna ponsel berbasis android. Dan gue sedang semangat-semangatnya mengeksplorasi instagram yang lumayan mampu mewadahi keusilan gue dalam mendaur ulang foto meskipun gue bukan penggila fotografi. Tapi foto bagus tetaplah foto bagus. Dan di sinilah gue mencoba memahami orang dan dunia sekitar gue melalui foto-foto yang nongol di linimasa aplikasi yang satu ini. Satu hal yang pasti yaitu bahwa situs-situs jejaring sosial telah benar-benar mempengaruhi cara manusia modern dalam berkomunikasi.
Gue masih ingat betul awal-awal dulu tampilan facebook culun banget. Minimalis dalam balutan dominasi warna biru dan putih dengan fitur-fitur yang masih terbatas. Belum dikenal juga konsep linimasa (timeline) seperti sekarang so apa yang kita perbincangkan dengan sobat kita di dinding facebook tidak akan terbaca di linimasa. Jadi untuk masalah privasi, dulu facebook masih ada lah. Dan gue masih ingat dulu awalnya teman gue di facebook tuh masih berkisar puluhan. Cuma ada 8-10 orang selama bulan-bulan pertama menjadi pengguna. Sekarang sih jumlah teman gue di facebook sekitar 300-an. Coba bayangin. Jujur dulu gue nggak nyangka kalo facebook bakal nge-hype seperti sekarang ini, gue pikir facebook bakal berakhir seperti friendster (wait, setelah gue inget2 ternyata gue sempet punya friendster sih dulu , so gue ralat jejaring sosial yang pertama yang gue ikuti nggak lain dan nggak bukan adalah friendster). Dulu gue tuh ngrasa kalo facebook tuh udah paling wah, paling oke sejagad. Yang paling gue suka awal-awalnya adalah orang dengan bangga memakai nama mereka sebagai nama akun. Jadi terkesan elegan. Belum ada tuh fenomena alay-alay jijay. Terus bisa ngunggah foto-foto, ngasih komen ke foto-foto itu. Bikin status yang sekarang gue yakini telah melatih orang Indonesia untuk lebih berani menyuarakan isi pikiran, walaupun terkadang ada sebagian dari isi pikiran itu yang nggak perlu diceritakan di depan umum.
Itu tentang facebook. Terus setelah itu twitter mulai mencoba merebut hati. Di awal kemunculannya twitter kerap dicibir orang karena dianggap kurang akomodatif. Bayangkan orang dipaksa untuk menyederhanakan apa yang ingin mereka sampaikan dalam 140 karakter saja. Sebuah tantangan. Twitter memang hadir dengan konsep microblogging, dan karena alasan inilah gue jatuh cinta kepadanya. Gue memang cukup sering menulis di blog gue di blogger, tapi kelemahannya sering tidak mutakhir sebab ada kesepakatan tidak tertulis bahwa apa yang akan kita tulis di blog kita haruslah tulisan yang berbobot, yang mempunyai kekuatan atau nilai berita. Jadi perlu waktu lama untuk menulis sekaligus memolesnya. Beda dengan twitter yang berupa pesan singkat mirip sms atau semacam memo yang bisa diposkan sewaktu-waktu. Tapi akhirnya fungsi twitter saat ini jadi rancu antara microblogging atau semacam memo atau semacam pelarian untuk membuat status setelah facebook kian lama kian meredup pamornya. Apa pun itu yang jelas gue cukup puas dengan twitter dan hingga sekarang masih merupakan jejaring sosial favorit gue. Gue tercatat sebagai pengguna twitter sejak September 2009. Gue inget waktu itu gue akan ke Bali seorang diri menghabiskan akhir pekan. Dan gue langsung bikin akun twitter dengan harapan bisa menggantikan fungsi jurnal atau buku harian. Sampai saat ini gue juga udah punya akun di tumblr, flickr, youtube, google+ dan terakhir adalah instagram yang telah tersedia bagi pengguna ponsel berbasis android. Dan gue sedang semangat-semangatnya mengeksplorasi instagram yang lumayan mampu mewadahi keusilan gue dalam mendaur ulang foto meskipun gue bukan penggila fotografi. Tapi foto bagus tetaplah foto bagus. Dan di sinilah gue mencoba memahami orang dan dunia sekitar gue melalui foto-foto yang nongol di linimasa aplikasi yang satu ini. Satu hal yang pasti yaitu bahwa situs-situs jejaring sosial telah benar-benar mempengaruhi cara manusia modern dalam berkomunikasi.
No comments:
Post a Comment