Monday, March 28, 2011

Being Handsome Versus Being Good-Looking: Which one do you find more flattering?

Kurang lebih satu jam yang lalu saya pergi ke alun-alun kota Trenggalek mencari sesuatu untuk makan malam. Saya menjatuhkan pilihan pada salah satu kios/warung kecil di sebelah timur alun-alun yang menyediakan nasi pecel. Kemudian saya duduk mengantri setelah meminta kepada sang ibu penjual untuk membungkuskan satu porsi nasi pecel. Lima menit berlalu dan saya beranjak untuk membayar dan mengambil pesanan saya. Tiba-tiba saya dikejutkan oleh suara dari arah belakang yang memanggil “Mas, mas ‘jenengan putrané sinten tho?” (terjemahan: “Mas, mas Anda putranya siapa ya?”). Ternyata dia adalah bapak berusia paruh baya yang juga sedang membeli makanan di situ. Dia terlihat begitu penasaran dengan sosok saya (hahahaha I felt funny somehow). Lalu saya jawab, ” Putrané Pak B***” (saya bergumam dalam hati: emang loe kenal bapak gue). Dia balik bertanya, “Pak B*** sinten tho?” “Anu pak, kula sanes tiyang Nggalek. Kula saking Tulungagung, nembe mawon dines ‘teng mriki” (terjemahan: “Anu pak, saya bukan orang Trenggalek, saya dari Tulungagung, baru saja berdinas di sini) , saya balas menjawab. Lalu bapak itu mulai berkelakar dalam bahasa Jawa yang kalau diterjemahkan kira-kira seperti: “Lha iya kok bagus (ganteng) banget , saya kok meragukan di Trenggalek ini ada orang sebagus Anda”. What the f***??!! For an instant I couldn’t believe my ears. Komentar orang ini cukup membuat saya malu di depan umum apalagi sang ibu penjual pecel dan penjual minuman di sebelahnya ikut-ikutan mengiyakan komentar bapak tadi. Duh. Saya langsung cepat-cepat angkat kaki dari warung itu. Tapi omong-omong kenapa saya merasa (atau saya yang gedhe rumangsa alias ge-er) semenjak saya pindah ke kota Trenggalek ini, orang melihat saya dengan pandangan yang tidak biasa, lumayan berbeda dengan yang biasanya saya terima di Surabaya. Sumpah saya ke-GR-an sebab saya merasa wajah dan penampilan saya biasa-biasa saja. Saya bukanlah aktor, artis, pesinetron ataupun pesohor yang biasa mereka lihat sehari-hari di layar kaca. Juga bukan politisi terkenal, mafia pajak atau koruptor apalagi. Jujur saya benar-benar merasa saya hanya lelaki biasa dengan penampilan yang sederhana. Saya merasa cukup heran jika ada orang yang menganggap saya menarik (Do I sound too naïve here??). Walaupun ini bukanlah kali pertama saya mengalami kejadian ini, masih saja saya merasa belum terbiasa. Pernah juga pada waktu kami diperkenalkan oleh kapus kepada para stafnya, ketika giliran saya memperkenalkan diri tiba-tiba beberapa staf nyeletuk: lho ini dokter apa peragawan. OMG, what the f***? Saya tahu mungkin mereka bermaksud bercanda, atau menggoda, atau entahlah, but c’mon could they just keep that thought for themselves. Why did they feel the urge to speak it out? It seriously made me feel awkward hu hu hu. If I were that good, I swear I’d pose naked for Cosmogirl magazine hahaha.

Mungkin ini waktunya untuk menyadari bahwa ada yang berubah dalam kultur masyarakat Jawa. Orang-orang Jawa yang sekarang bukanlah mereka yang dulu dikenal sebagai orang yang gemar memendam pendapat atau perasaan. Pesatnya kemajuan teknologi agaknya berhasil mengubah atau bahkan mengenyahkan sifat kekolotan itu. Dan saya rasa ini perubahan yang cukup baik, mungkin saya yang yang terlalu reserved. Tetapi apapun itu saya tetap bertanya-tanya pada diri saya sendiri, sudahkan cara pandang mereka terhadap dunia ikut berubah?? Berikan saya waktu untuk mengamati lagi. Salam hangat dari Trenggalek.

2 comments:

mimpiempitu said...

"Orang-orang Jawa yang sekarang bukanlah mereka yang dulu dikenal sebagai orang yang gemar memendam pendapat atau perasaan."

Semoga saat itu mereka masih menjadi orang jujur. :)

Syukuri saja bro.hehehe

dianprakoso said...

Wow kejutan ;) Iya bro, terima kasih.