Thursday, May 26, 2011

Anggun - Eternal


Eternal is another flawless repertoire of Anggun, an extract from her brand new album titled Echoes. Such profound and thoughtful lyrics packaged in simple yet impeccably well-arranged tunes. I totally love ALL the string arrangements made for this song, not to forget the lingering mandolin sounds in the background. Its Indonesian version is also available in the same album called Berkilaulah. Enjoy the lyrics!!


It was such a cold night in November

That followed by a much colder morning
I feel the shivers each time I remember
But in my heart something will keep burning
And beating

You’re eternal
Cause I believe
You’re in the air that I breathe

And eternal
Though eyes can’t see
I feel you’re right here with me

One soul goes and comes in this life circle
A story that goes around with no end
Made by love and flesh we’re only mortals
But somehow something will always remain
Again

And eternal
‘Cause I believe
You’re in the air that I breathe

It’s eternal
Though eyes can’t see
I feel your love upon me

‘Cause eternal
You’ll always be
You’re in the air that I breathe

Though I can’t see
But within me
You’ll always live eternally

And you live eternally

Wednesday, May 18, 2011

Ada Benjolan di Leherku

Belum selesai sepenuhnya dengan urusan dompet hilang, saya sudah dirundung masalah baru lain. Saya menemukan benjolan di leher saya pada 9 Mei lalu. Cukup besar. Diameter kurang lebih 1-2 cm, palpable, konsistensi padat kenyal, mobile, sedikit nyeri, lokasi di regio coli anterior dekstra di daerah submentum. Tidak sengaja saya raba karena memang tenggorokan saya agak nyeri untuk menelan. Saya menduganya semacam limfadenitis biasa. Tapi saya tetap paranoid, pikiran saya tidak tenang. Beragam diagnosis banding mulai menyerbu otak saya mulai dari kista, struma. Yang paling saya takutkan adalah limfadenitis TB (tuberculous lymphadenitis). Bukannya tanpa alasan saya memikirkan ini sebab di puskesmas cukup banyak penderita TB atau penderita yang datang dengan keluhan batuk darah (hemoptisis, batuk dengan blood streak) yang sebagian besar penyebabnya adalah tuberkulosis. Ditunjang dengan alat pengaman diri yang nyaris absen terutama masker standar di puskesmas. Saya semakin takut sebab ada sejawat yang pernah terkena tuberculous lymphadenitis saat bekerja di poli paru rumah sakit daerah. Pikiran saya mulai seakan-akan membenarkan saya terkena tuberculous lymphadenitis yang semakin menjadi-jadi setelah saya browsing ke sana ke mari. Saya bahkan sudah meminta alamat praktik dari seorang spesialis paru yang kebetulan ayah kakak kelas saya. Esoknya saya konsul kepada teman-teman sejawat di puskesmas. Ada yang berpendapat bahwa itu bisa saja memang TB kelenjar yang terbentuk karena kondisi imun yang prima sehingga kuman TB bisa dilokalisasi di kelenjar getah bening setempat. Ada yang berpendapat hanya limfadenitis biasa sehingga menyarankan saya untuk mengonsumsi antibiotik dan OAINS dan melihat perubahannya. Akhirnya saya memutuskan untuk menunggu sambil mulai menerapi diri dengan ciprofloksasin dan paracetamol. Tapi saya tetap tidak bisa tenang, saya lalu berpikiran untuk melakukan FNAB di Surabaya. Tanpa membuang waktu saya segera memacu sepeda motor menuju RSUD untuk menemui seorang spesialis bedah di poli bedah (tentunya tanpa perlu repot-repot mendaftar di loket hehehe). Saya utarakan masalah saya dan beliau memberikan rujukan untuk FNAB. Setelah itu saya mampir kontrakan mengambil satu dua helai pakaian lalu balik ke puskesmas untuk pamit izin cuti (lagi) pada atasan selama dua hari. Siangnya saya langsung meluncur ke Tulungagung untuk naik bus ke Surabaya. Saya mendapatkan referensi dari sejawat untuk melakukan FNAB di rumah sakit onkologi surabaya. Saya tiba di rsos ini jam 7.30 dan langsung menuju bagian registrasi. Setelah mengisi beberapa formulir, saya diminta menunggu di dekat ruangan pemeriksaan patologi anatomi sambil menunggu dokter senior Sp.PA tiba. Lalu tiba giliran saya, saya masuk ruang tersebut. Dokter Sp.PA memberikan informasi mengenai tindakan medis yang akan beliau lakukan. Penjelasan beliau sangat detil dan profesional. Saya belajar pentingnya membangun hubungan komunikasi antara dokter-pasien. Tidak terlalu sakit tindakan FNAB ini sebetulnya. Setelah menunggu hasil pemeriksaan di bawah mikroskop sebentar, alhamdulillah, ternyata benjolan saya hanya merupakan reaktif hiperplasia. Tidak ada bentukan granuloma dan bukan merupakan kista. Namun untuk lebih menyakinkan beliau menganjurkan saya untuk melakukan pemeriksaan USG leher siangnya. Akhir cerita hasil USG menunjukkan tidak ada yang perlu dicemaskan dengan benjolan tersebut. Saya pun bisa bernapas lega. Yang jelas saya sangat merekomendasikan RSOS sebagai tempat memeriksakan diri untuk mendapatkan pelayanan spesialistik dalam bidang onkologi.

Ketika Dompetku Hilang

Tanggal 25 April lalu dompet saya hilang. Dompet itu saya perkirakan jatuh di jalan dalam perjalanan pulang ke rumah kontrakan setelah saya membeli makan siang di sebuah kedai tahu lontong tidak jauh dari alun-alun kota Trenggalek. Saya benar-benar tidak sadar saat dompet itu jatuh. Yang pasti dia telah raib saat saya memarkir sepeda motor saya kembali di kontrakan. Sadar dompet saya tidak berada di saku, saya bergegas menyusuri kembali rute yang baru saja saya lalui dengan sepeda motor. Hasilnya nihil. Saya sudah susuri rute tersebut sebanyak TIGA kali yang melewati jalan Soekarno-Hatta ke utara memutari alun-alun kembali lagi ke selatan, belok ke timur melewati jalan Kartini (Pasar Pon), Kejaksaan Negeri Trenggalek. Kecewa, marah, takut, syok, cemas bercampur aduk menggelayuti pikiran saya. Padahal selisih waktu antara hilangnya dompet dan usaha saya untuk menelusuri kembali (saya sudah mengajak seorang teman dan termasuk bertanya ke sana-sini pada orang-orang di pinggir jalan) kurang dari lima menit. Jumlah uang dalam dompet itu tidak seberapa, hanya sekitar 25 ribu, tapi semua dokumen dan identitas diri bak lenyap ditelan bumi. Bersamanya saya kehilangan KTP, SIM A/C, STNK sepeda motor, dan sebuah kartu ATM Mandiri. Celaka dua belas. Sebetulnya saya pernah mengalami kejadian yang nyaris serupa sebulan sebelumnya, namun syukurlah ada orang yang berbaik hati berkenan mengirimkan dokumen-dokumen tersebut ke alamat saya di Surabaya. To err is really human, but c’mon once bitten twice shy gitu lho. Saya merasa benar-benar teledor. Saya memutuskan untuk untuk tidak langsung menelepon orang tua saya dengan harapan masih ada orang baik di luar sana yang bersedia menghubungi saya atau semacam itu lah. Saya hanya bercerita kepada teman-teman sekontrakan dan teman-teman di puskesmas tempat saya bekerja. Tak lupa saya segera bergegas menuju Bank Mandiri terdekat untuk melakukan pemblokiran (yang ternyata bisa dilakukan dengan menghubungi 14000). Sore hari teman saya yang sedang tugas jaga sore di UGD puskesmas menelepon saya bahwa ada salah satu bapak perawat yang bisa membantu saya menemukan dompet itu dengan bantuan seorang temannya yang memilki kemampuan cenayang.